CERITA, denyutrakyat.com -- Kita semua pasti pernah ketemu tipe manusia satu ini: orang yang hobi banget menilai orang lain, tapi kalau disuruh ngelakuin sesuatu yang konkret, eh... langsung hilang kayak sinyal internet di pelosok desa.
Orang macam ini biasanya punya bakat alami dalam hal “mengomentari kehidupan orang lain”, tapi sayangnya nggak punya prestasi yang sebanding. Mereka tahu siapa yang gagal, siapa yang salah, siapa yang kurang pantas — tapi lupa kalau dirinya sendiri belum tentu lebih baik.
Masalahnya, kebiasaan menilai orang lain ini bukan cuma bikin hidup orang lain jadi nggak nyaman, tapi juga pelan-pelan merusak diri sendiri. Nih, beberapa efek sampingnya kalau kamu terlalu sibuk jadi juri kehidupan orang lain.
Pertama, kehilangan kesempatan. Karena fokusnya pada kesalahan orang, dia lupa memperbaiki diri sendiri. Akibatnya, sementara orang lain melangkah, dia masih sibuk ngomel di tempat.
Kedua, hubungan sosial bisa rusak. Siapa juga yang betah bergaul sama orang yang tiap ketemu kerjaannya komentar “ih, kok gitu sih?” atau “aku sih nggak bakal kayak dia”? Lama-lama orang pada mundur teratur.
Ketiga, hilang kredibilitas. Dunia ini penuh orang pintar, jadi kalau kamu cuma pinter ngomong tapi kosong isi, cepat atau lambat semua orang tahu.
Keempat, stress dan cemas sendiri. Ironisnya, orang yang paling sering menilai justru hidupnya paling capek. Karena fokusnya bukan memperbaiki, tapi membandingkan.
Dan yang terakhir, mandek berkembang. Kalau waktumu habis buat menilai orang lain, kapan kamu mau tumbuh?
Dalam Islam sendiri, ada pesan sederhana tapi tajam: “Janganlah kamu menilai orang lain, karena kamu tidak tahu apa yang ada di dalam hatinya” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya jelas — urus dulu hatimu, baru komentar hati orang lain.
Tapi ya namanya juga manusia. Kadang susah buat nahan diri supaya nggak jadi komentator dadakan. Nah, biar nggak terjebak dalam siklus “menilai tapi nggak berprestasi”, ada beberapa langkah yang bisa dicoba.
Mulailah dengan fokus pada diri sendiri. Sibukkan dirimu dengan memperbaiki kemampuan, bukan mencari kesalahan orang lain.
Lalu, kenali kelemahan diri. Kadang, orang yang paling keras menilai orang lain sebenarnya sedang menutupi kekurangannya sendiri.
Selanjutnya, belajar empati. Setiap orang punya cerita yang nggak kamu tahu, jadi berhentilah merasa paling ngerti segalanya.
Kemudian, jauhi gosip. Karena biasanya, gosip adalah ruang publik bagi orang yang gagal produktif.
Bikin juga tujuan positif biar energimu tersalurkan untuk hal-hal berguna. Dan jangan lupa, ingat kelebihan orang lain, supaya hatimu nggak jadi penuh iri.
Kalau masih susah, coba doa atau meditasi, siapa tahu yang butuh dibersihkan bukan pandanganmu, tapi hatimu. Kalau tetap nggak bisa, ya ikut konseling aja — itu tandanya masalahmu udah butuh bantuan profesional.
Pada akhirnya, hidup ini bukan kompetisi menilai siapa yang paling benar, tapi tentang siapa yang paling mau belajar. Jadi sebelum kamu bilang “dia tuh harusnya…”, mungkin lebih baik tanya dulu ke diri sendiri, “aku udah ngapain aja selama ini?”
Ngopi dulu saja sambil bercermin… siapa tahu, pantulannya lebih jujur daripada komentarmu.


