Kasih Hibah Rp 60 Miliar Kepada APH, Apakah Pemkot Bandar Lampung Otomatis Kebal Hukum?

DRC
11 November 2025, 22.10 WIB Last Updated 2025-11-11T15:12:21Z

Gambar ilustrasi (denyutrakyat.com)


BANDAR LAMPUNG, denyutrakyat.com -- Polemik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung mengalokasikan hibah sebesar Rp60 miliar untuk pembangunan gedung baru Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung masih hangat menjadi obrolan warga kota. Hibah tersebut akan direalisasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025-2026.


Muncul pertanyaan warga, apakah dengan memberi hibah kepada APH (Aparat Penegak Hukum) Pemerintah Kota Bandar Lampung menjadi kebal hukum. Tim denyutrakyat.com mencoba menghimpun informasi dari beberapa sumber terkait polemik tersebut.


Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak bisa memberikan hibah kepada Aparat Penegak Hukum (APH) agar mereka kebal hukum. Pemberian hibah dari pemerintah kota kepada APH tidak menjadikan kedua pihak kebal hukum karena semua penggunaan dana hibah, termasuk oleh lembaga pemerintah seperti kejaksaan atau kepolisian, harus dipertanggungjawabkan dan diaudit. 


Berikut adalah poin-poin penting mengenai pemberian hibah pemerintah daerah kepada APH:

  • Wajib diaudit. Pemberian hibah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dipertanggungjawabkan dan diaudit secara berkala oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
  • Berpotensi menjadi temuan audit. Jika dokumen hibah tidak lengkap, pemberian hibah berisiko cacat prosedur dan dapat menjadi temuan oleh BPK.
  • Baik Pemkot maupun APH sebagai penerima hibah tetap bisa diusut. Aparat penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian, tetap memiliki kewenangan untuk mengusut dugaan korupsi atau penyalahgunaan dana hibah, bahkan jika hibah tersebut ditujukan kepada instansi mereka.
  • Perlu transparansi. Transparansi dalam proses penyaluran dan penggunaan dana hibah sangat penting. Proses tersebut harus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
  • Bisa diselidiki. Jika ada dugaan penyimpangan, aparat penegak hukum dapat melakukan penyelidikan terkait belanja dana hibah untuk memastikan penggunaannya sudah sesuai aturan.


Ada beberapa peraturan hukum yang mengatur tentang hibah pemerintah daerah, misalnya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Peraturan tersebut memastikan bahwa pemberian hibah harus sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan bukan untuk kepentingan tertentu. 


Hibah dari pemerintah daerah kepada APH tidak membebaskan Pemerintah daerah dan APH dari proses hukum jika terjadi penyalahgunaan dana. Sebaliknya, penggunaan dana hibah oleh APH justru menjadi salah satu objek pengawasan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

Gb. Kantor Kejati Lampung yang berdiri megah di Teluk Betung.


Dampak Pemberian Hibah dari Pemerintah Daerah kepada APH


Pemberian hibah dari pemerintah daerah (Pemda) kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memiliki dampak positif maupun negatif, tergantung pada tujuan, transparansi, dan akuntabilitasnya. 


Dampak Positif :

  1. Peningkatan sarana dan prasarana. Dana hibah dapat digunakan untuk pengadaan peralatan, kendaraan, atau fasilitas yang meningkatkan efektivitas kerja APH.
  2. Peningkatan kesejahteraan personel. Hibah dapat dialokasikan untuk tunjangan atau peningkatan fasilitas bagi personel APH, yang dapat meningkatkan moral dan kinerja mereka.
  3. Peningkatan program dan layanan. Dana dapat membiayai program khusus, seperti pelatihan atau program pencegahan kejahatan, yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
  4. Penguatan kerja sama. Hibah dapat mempererat kerja sama antara Pemda dan APH dalam menjaga keamanan dan ketertiban daerah. 


Dampak negatif ;

  1. Potensi konflik kepentingan. Hibah dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan, di mana APH merasa berutang budi kepada Pemda, sehingga dapat memengaruhi independensi dan objektivitas dalam penegakan hukum.
  2. Penyalahgunaan wewenang. Adanya hibah berisiko memicu penyalahgunaan wewenang. APH dapat menjadi alat politik bagi Pemda, terutama jika hibah tidak didasarkan pada kebutuhan riil, melainkan untuk kepentingan tertentu.
  3. Penyalahgunaan dana. Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, dana hibah berpotensi disalahgunakan atau dikorupsi. Ini bisa berupa penggelembungan anggaran, penyimpangan alokasi, atau penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan.
  4. Melemahnya kepercayaan publik. Jika publik melihat adanya hubungan transaksional antara Pemda dan APH, kepercayaan terhadap integritas aparat penegak hukum bisa menurun. Hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa penegakan hukum bisa diintervensi oleh kekuasaan atau uang.
  5. Persoalan akuntabilitas dan transparansi. Proses pemberian hibah harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal maupun material. Jika tidak, akan sulit untuk mengawasi penggunaan dana tersebut dan memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh publik. 


Aturan dan Pengawasan

Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah dampak negatif dari pemberian hibah ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki peran dalam mengawasi penggunaan dana hibah, termasuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat. 


Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) mengatur pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial, termasuk syarat dan pertanggungjawaban penerima. (jf*)

Komentar

Tampilkan

  • Kasih Hibah Rp 60 Miliar Kepada APH, Apakah Pemkot Bandar Lampung Otomatis Kebal Hukum?
  • 0

Wikipedia

Hasil penelusuran