PAHLAWAN NASIONAL: Marsinah Aktivis Buruh Nglundo, Nganjuk Jawa Timur (Bagian I)

DRC
10 November 2025, 18.44 WIB Last Updated 2025-11-10T11:44:37Z

Dok. Nasional : Pahlawan Nasional, Marsinah

Editor : J. Farhan

CERITA, Denyutrakyat.com Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional. Para tokoh itu diberikan gelar atas jasa-jasa yang telah dilakukan kepada bangsa dan negara.


Pemberian gelar Pahlawan Nasional itu dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2024). Presiden Prabowo menyerahkan tanda gelar kepada para ahli waris. Salah satu tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional adalah Marsinah, Aktivis dan Buruh dari Jawa Timur. 


Untuk mengenang apa dan bagaimana perjuangan Marsinah, sehingga layak mendapat gelar Pahlawan Nasional, denyutrakyat.com akan menulis ulang tentang perjuangan Marsinah yang dihimpun dari berbagai sumber yang telah terverifikasi.


Marsinah, adalah perempuan hebat aktivis serikat buruh independen yang bekerja di pabrik jam tangan di Jawa Timur, pembunuhannya menarik perhatian internasional terhadap represi brutal kediktatoran penguasa terhadap para pekerja.


Marsinah, lahir tanggal 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pada tanggal 5 Mei 1993 ketika usianya baru 24 tahun, Marsinah dikabarkan hilang dari Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Setelah tiga hari tepatnya pada tanggal 8 Mei 1993 jasad Marsinah ditemukan  di daerah Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.


Marsinah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Sumini dan Mastin. Marsinah dibesarkan di bawah asuhan neneknya, Puirah, dan bibinya, Sini, di Nglundo, Jawa Timur. Ia bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Karangasem 189, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Nganjuk.


Masa kecilnya diwarnai dengan kegiatan berdagang, menjual makanan ringan untuk membantu menambah penghasilan nenek dan bibinya. Tahun-tahun terakhir sekolahnya dihabiskan di Pondok Pesantren Muhammadiyah, namun pendidikannya terhenti karena kekurangan biaya.


Saat sudah tidak sekolah lagi Marsinah mencari pekerjaan di kampung halamannya. Karena tidak berhasil menemukan pekerjaan di Nglundo, Marsinah kemudian mengalihkan perhatiannya ke kota-kota besar, mengirimkan lamaran kerja ke Surabaya, Mojokerto, dan Gresik. 


Marsinah kemudian diterima bekerja di pabrik sepatu Bata di Surabaya pada tahun 1989, kemudian pindah setahun setelahnya ke pabrik jam tangan Catur Putra Surya (sebelumnya bernama Empat Putra Surya) di Sidoarjo. Setelah dilakukan pemindahan ke pabrik mereka di Porong, Marsinah akhirnya dikenal sebagai juru bicara bagi rekan-rekan sesama pekerjanya.



Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, Namun, di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan.


Pada pertengahan April 1993, PT Catur Putra Surya (PT CPS) Porong membahas surat edaran tersebut dengan resah dan berlarut-larut tanpa ada keputusan atau kebijakan dari perusahaan. Akhirnya, karyawan PT CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.


Marsinah adalah salah seorang karyawati PT Catur Putra Surya yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.


Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh. Kemudian pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.


Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.




Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer 0816/Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. 


Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Mulai tanggal 6 hingga 8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993. (bagian 2)

Komentar

Tampilkan

  • PAHLAWAN NASIONAL: Marsinah Aktivis Buruh Nglundo, Nganjuk Jawa Timur (Bagian I)
  • 0

Wikipedia

Hasil penelusuran